HAKEKAT ORGANISASI
DAN
GAYA KERJA PEMIMPIN
MAKALAH
Disusun Oleh:
Drs. Oman Sukmana,
M.Si.
Nip.: 132001833
Disampaikan Pada:
LATIHAN KETERAMPILAN
MANAJEMEN MAHASISWA
(LKMM)
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
Malang: 3-5 April 2008
|
A.
Hakekat Organisasi
Pengertian Organisasi:
Organisasi berasal dari kata organon dalam
bahasa Yunani, yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak
disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil,
dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai
berikut :
a.
Chester
I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan
bahwa: “Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (I
define organization as a system of cooperatives of two more persons).
b.
James
D. Mooney mengatakan bahwa: “Organization is the form of every human
association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap
bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama).
c.
Menurut
Dimock, organisasi adalah: “Organization is the systematic bringing together
of interdependent part to form a unified whole through which authority,
coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi
adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling
ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui
kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah
ditentukan).
Dari beberapa pengertian organisasi di
atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur
dasar, yaitu: (a) Orang-orang (sekumpulan orang); (b) Kerjasama; dan (c) Tujuan
yang ingin dicapai, Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan
kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan
mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
Ciri-Ciri
Organisasi:
Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan
secara lebih rinci organisasi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Adanya
suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal,
b.
Adanya
kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent
part) yang merupakan kesatuan kegiatan,
c.
Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya
berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
d.
Adanya
kewenangan, koordinasi dan pengawasan,
e.
Adanya
tujuan yang ingin dicapai.
Prinsip-Prinsip
Organisasi:
Prinsip-prinsip organisasi banyak
dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan
pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya “Organization of Canadian Government
Administration” (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :
1.
Prinsip bahwa Organisasi Harus
Mempunyai Tujuan yang Jelas,
2.
Prinsip Skala Hirarkhi,
3.
Prinsip Kesatuan Perintah,
4.
Prinsip Pendelegasian Wewenang,
5.
Prinsip Pertanggungjawaban,
6.
Prinsip Pembagian Pekerjaan,
7.
Prinsip Rentang Pengendalian,
8.
Prinsip Fungsional,
9.
Prinsip Pemisahan,
10.
Prinsip Keseimbangan,
11.
Prinsip Fleksibilitas,
12.
Prinsip Kepemimpinan.
1.
Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas.
Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan
demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya,
organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu
organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.
2.
Prinsip Skala Hirarkhi. Dalam
suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu
pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian
wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya
organisasi secara keseluruhan.
3. Prinsip
Kesatuan Perintah.
Dalam hal
ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang
atasan saja.
4.
Prinsip Pendelegasian Wewenang. Seorang pemimpin mempunyai
kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan
pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus
dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian,
wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan,
melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta
persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5.
Prinsip Pertanggungjawaban. Dalam menjalankan tugasnya
setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
6.
Prinsip Pembagian Pekerjaan.
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau
kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan
pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari
masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas
dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas
jalannya organisasi.
7.
Prinsip Rentang Pengendalian. Artinya bahwa jumlah
bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi
secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe
organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup
banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
8.
Prinsip Fungsional. Bahwa seorang pegawai dalam
suatu organisasi secara fungsional harus
jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab
dari pekerjaannya.
9. Prinsip
Pemisahan.
Bahwa
beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada
orang lain.
10.
Prinsip Keseimbangan. Keseimbangan
antara struktur organisasi yang efektif
dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/
kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks)
contoh ‘koperasi di suatu desa terpencil’, struktur organisasinya akan berbeda
dengan organisasi koperasi yang ada di
kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
11.
Prinsip Fleksibilitas Organisasi
harus senantiasa melakukan pertumbuhan
dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor)
dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai
tujuannya.
12.
Prinsip Kepemimpinan. Dalam organisasi
apapun bentuknya diperlukan adanya
kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya
proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.
B. Kepemimpinan
(Leadership)
Pengertian Pemimpin dan Unsur-Unsurnya:
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut
mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga
sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota
organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Menurut
George Terry, Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar
mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok. Menurut
Cyriel O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta
dalam mencapai tujuan umum.
Dari dua
pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas: (1)
Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu; (2) Memperoleh konsensus
atau suatu pekerjaan; (3) Untuk mencapai tujuan manajer; dan (4) Untuk
memperoleh manfaat bersama.
Sehingga
jika dilihat pada konteks kepemimpinan hal yang saling terkait adalah adanya
unsur kader penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya
komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang
tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota.
Fungsi dan Tugas Pemimpin:
Seorang
pemimpin secara umum berfungsi sebagai berikut: (1) Mengambil keputusan; (2)
Mengembangkan informasi; (3) Memelihara dan mengembangkan loyalitas anggota;
(4) Memberi dorongan dan semangat pada anggota; (5) Bertanggungjawab atas semua
aktivitas kegiatan; (6) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan; dan (7) Memberikan penghargaan pada anggota
yang berprestasi.
Sedangkan tugas kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Yang
berkaitan dengan kerja: mengambil inisiatif, mengatur langkah dan arah, memberikan
informasi, memberikan dukungan, memberi
pemikiran, dan mengambil suatu
kesimpulan. (b) yang berkaitan dengan kekompakan anggota: mendorong,
bersahabat, bersikap menerima, mengungkapkan perasaan, bersikap mendamaikan, berkemampuan
mengubah dan menyesuaikan pendapat, memperlancar
pelaksanaan tugas, memberikan aturan
main.
Level dan
Keterampilan Yang Perlu Dimiliki Pemimpin:
Kepemimpinan
dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Level Top Leader/Top
Management. Pimpinan puncak,
misalnya, direktur utama. Melakukan tugas yang bersifat konseptual. Misalnya, melakukan perencanaan yang akan
dilakukan seluruh anggota.
2. Level Middle
Leader/Middle Management. Golongan menengah, misalnya, staf produksi,
manajer keuangan. Melakukan tugas konseptual
sebagai penjabaran dari top management, juga melakukan pekerjaan tersebut.
Penguasaan teknis relatif penting.
3. Lower Leader/Lower
Management. Golongan bawah, misalnya, supervisor, mandor dan
pelaksana teknis. Harus menguasai teknis walaupun secara
konseptual tidak begitu penting.
Persyaratan Ideal Bagi Pimpinan:
Menurut George R. Terry, pemimpin harus
memiliki ciri sebagai berikut: (1) Mental dan fisik yang energik; (2) Emosi
yang stabil; (3) Pengetahuan human relation yang baik; (4) Motivasi personal
yang baik; (5) Cakap berkomunikasi; (6) Cakap untuk mengajar, mendidik dan
mengembangkan bawahan; (7) Ahli dalam bidang sosial; (8) Berpengetahuan luas
dalam hal teknikal dan manajerial.
Sedangkan menurut Horold Koontz dan Cyrel
O'Donnel, ciri-ciri pemimpin yang baik adalah: (1) Tingkat kecerdasan yang tinggi; (2) Perhatian
terhadap keseluruhan kepentingan; (3) Cakap berbicara; (4) Matang dalam emosi dan
pikiran; (5) Motivasi yang kuat; dan (6) Penghayatan terhadap kerja sama.
C.
Gaya Kerja Pemimpin
Gaya Kerja adalah kesatuan dari berbagai cara/tindakan yang didasari oleh
SINA (Sistem Nilai dan Asumsi) seseorang dan ditampilkan disaat ia melakukan
hubungan kerja dengan orang lain. Gaya-kerja berarti:
(a) Gaya-kerja
merupakan kesatuan kumpulan tingkah laku yang berpola.
(b) Tingkah laku yang bukan bagian dari interaksi dengan
orang lain, ini bukan
Gaya-kerja.
(c) Beberapa tingkah laku yang muncul dalam situasi
kerja, tetapi tidak didasari oleh sistem nilai dan asumsi, ini bukan
Gaya-kerja.
(c) Gaya-kerja bukanlah tingkah laku itu sendiri, melainkan
berdasarkan persamaan yang muncul dalam tingkah laku konkrit.
(d) Gaya kerja
hanyalah sebagian dari kepribadian seseorang.
(e) Gaya-kerja
bukan temperamen.
Macam-Macam Gaya Kerja,
meliputi: (1) Gaya Kerja Komandan; (2) Gaya Kerja Pelayan; (3) Gaya
Kerja Bohemian; (4) Gaya Kerja Birokrat; dan (5) Gaya Kerja Manajer.
1. GAYA
KERJA KOMANDAN: Seorang
pemimpin yang memiliki gaya kerja Komandan, ditandai oleh karakteristik sebegai
berikut:
- Merasa benar sendiri.
- Sebagai pengambil keputusan.
- Tidak ingin dibantu atau dipengaruhi orang lain.
- Sebagai atasan: ia cenderung mendikte bawahannya.
- Sebagai bawahan: ia membantah atasannya.
- Sulit percaya bahwa pihak lain akan berusaha untuk memperhatikan pihaknya.
- Giat menyampaikan kepentingannya.
- Menganggap kepentingannya lebih utama.
- Tidak ragu-ragu menyatakan keberatan atau celaan terhadap jalan pikiran orang lain.
2. GAYA
KERJA PELAYAN: Seorang
pemimpin yang memiliki gaya kerja Pelayan, ditandai oleh karakteristik sebegai
berikut:
- Keinginan yang kuat untuk disenangi orang lain.
- Selalu menjaga perasaan orang lain.
- Mendahulukan kepentingan orang lain.
- Mudah mengalah pada pendapat orang lain.
- Sebagai atasan : lebih sering membujuk, dan sulit mengambil keputusan.
- Giat mempelajari kepentingan orang lain.
- Menahan diri untuk menyampaikan keberatan.
- Berhati-hati dalam menyampaikan kepentingannya.
- Dalam mengambil keputusan, lebih mementingkan unsur hubungan baik daripada kualitas keputusan.
3. GAYA
KERJA BOHEMIAN/SENIMAN: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Bohemian/Seniman, ditandai oleh
karakteristik sebegai berikut:
- Tidak mau merepotkan dan direpotkan orang lain.
- Segan bekerja sama.
- Sikap masa bodoh dengan dunia luar.
- Tidak merasa terikat dengan suatu keputusan.
- Tidak terlalu mendetail dalam mempelajari kepentingan orang lain.
- Menyilahkan pihak kedua membuat keputusan tanpa merugikan pribadinya.
- Tidak menegur kesalahan orang lain yang tidak langsung merugikan kepentingan pribadinya, walaupun jelas-jelas merugikan kelompoknya.
4.
GAYA KERJA BIROKRAT: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Birokrat, ditandai oleh
karakteristik sebegai berikut:
- Orang yang sangat teliti memperhatikan prosedur dan aturan yang berlaku.
- Dalam berhubungan dengan orang lain adalah semua pihak bekerja sama untuk kepentingan pihak lain yang lebih tinggi.
- Tidak menyalahgunakan wewenang dalam mengambil keputusan akhir.
- Bila terjadi konflik, menerima secara objektif pihak yang dimenangkan oleh peraturan yang berlaku.
5. GAYA
KERJA MANAJER: Seorang pemimpin
yang memiliki gaya
kerja Manajer, ditandai oleh karakteristik sebegai berikut:
- Berpegang teguh pada slogan: “kerjasama yang baik adalah kerja sama yang memuaskan semua pihak“.
- Dalam mengkaji gagasan orang lain, mereka mengajukan pertanyaan untuk memperoleh penjelasan yang lebih mendalam.
- Menganalisa gagasan, dan mengajukan hasilnya dalam perundingan.
- Dalam menyelesaikan konflik, mereka mempelajari pangkal masalah dan memahami kepentingan masing-masing pihak.
Selain itu ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh
para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu:
gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard, yang meliputi:
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum. Gaya ini
pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Menurut
kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu: (1) Bidang pengaruh
pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas); dan (2) Bidang pengaruh
kebebasan bawahan (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis).
2. Gaya Managerial Grid. Sesungguhnya,
gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu: aspek
produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton
menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya
(followers). Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu
gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut, yakni:
a. Grid 1: Manajer sedikit
sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian
terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer
hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada
bawahannya.
b.Grid 2: Manajer
mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga
terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat
dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia
mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang
secara individu.
c. Grid 3: Manajer memiliki
rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi
perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai
“pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan
hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat,
tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
d. Grid 4: adalah manajer
yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers),
karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai
organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja,
tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan. Pemimpin
yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun
terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang
akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu
menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang
akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok
kepada orang-orang.
Tiga Dimensi dari Reddin:
Menurut Reddin, ada dua jenis gaya yang harus diperhatikan yaitu gaya
yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya kepemimpinan dari Reddin ini
tidak terpengaruh kepada lingkungan sakitarnya.
Gaya yang efektif meliputi:
a. Eksekutif. Gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap
tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Manajer seperti ini berfungsi sebagai
motivator yang baik dan mau menetapkan produktivitas yang tinggi.
b. Pencinta Pengembangan (Developer).
Pada gaya ini lebih mempunyai perhatian yang penuh terhadap hubungan kerja,
sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan adalah minim.
c. Otokratis yang baik. Gaya
kepemimpinan ini menekankan perhatian yang maksimum terhadap pekerjaan
(tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan kerja yang minimum sekali, tetapi
tetap berusaha agar menjaga perasaan bawahannya.
Sedangkan Gaya yang tidak efektif
meliputi:
a. Pencinta Kompromi (Compromiser),
Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja berdasarkan
situasi yang kompromi;
b. Missionari. Manajer seperti
ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dalam arti memberikan perhatian
yang besar dan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja tetapi sedikit
perhatian terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai;
c. Otokrat. Pemimpin tipe
seperti ini memberikan perhatian yang banyak terhadap tugas dan sedikit
perhatian terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai; dan
d. Lari dari tugas (Deserter). Manajer
yang memiliki gaya kepemipinan seperti ini sama sekali tidak memberikan
perhatian, baik kepada tugas maupun hubung kerja.
Gaya Kepemimpinan Situasional:
Gaya
Kepemimpinan Situasional. Gaya kepemimpin situasional mencoba
mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya
ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard yang amat menarik untuk dipelajari. Menurut
gaya kepemimpinan situasional, ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu: (a)
Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.; (b) Jumlah
dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pimpinan.; dan (c) Tingkat
kematangan dan kesiapan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada
perilaku pimpinan dengan bawahan (followers) saja, yang dihubungkan dengan
tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity) dalam hal ini
diartikan sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan (followers) untuk
bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku sendiri. Menurut Hersey dan
Blancard penemunya (1979) ada empat jenis tingkat kematangan bawahan
(followers) yaitu:
(a) Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin
(M1);
(b) Orang yang tidak mampu tetapi mau (M2);
(c) Orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin
(M3); dan
(d) Orang yang mampu dan mau atau yakin (M4).
Gaya kepemimpinan “Partisipasi”, adalah
gaya yang sesuai untuk tingkat kematangan Mampu akan tetapi tidak memiliki
kemauan untuk melakukan tanggung jawab/tugas (M3), karena ketidakmauan atau
ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan
karena kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka
komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha yang
dilakukan para bawahan/pengikutnya.
Selanjutnya, untuk tingkat kematangan yang mampu dan mau/yakin (M4), maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “Delegasi”, karena orang/bawahan seperti ini adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, Kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
Selanjutnya, untuk tingkat kematangan yang mampu dan mau/yakin (M4), maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “Delegasi”, karena orang/bawahan seperti ini adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, Kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
*****
Semoga Bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar