Minggu, 20 Desember 2015

Materi Diklat Kepemimpinan




HAKEKAT ORGANISASI
DAN
GAYA KERJA PEMIMPIN






MAKALAH



Disusun Oleh:
Drs. Oman Sukmana, M.Si.
Nip.: 132001833







Disampaikan Pada:
LATIHAN KETERAMPILAN MANAJEMEN MAHASISWA
(LKMM)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Malang: 3-5 April 2008

A.  Hakekat Organisasi
Pengertian Organisasi:
    Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani, yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil, dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut :
a.    Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa: “Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (I define organization as a system of cooperatives of two more persons).
b.    James D. Mooney mengatakan bahwa: “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama).
c.    Menurut Dimock, organisasi adalah: “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
      Dari beberapa pengertian organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu: (a) Orang-orang (sekumpulan orang); (b) Kerjasama; dan (c) Tujuan yang ingin dicapai, Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.  
Ciri-Ciri Organisasi:
      Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal,
b.    Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan,
c.    Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
d.    Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan,
e.    Adanya tujuan yang ingin dicapai.

Prinsip-Prinsip Organisasi:
      Prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya “Organization of Canadian Government Administration” (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :
1.        Prinsip bahwa Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas,
2.        Prinsip Skala Hirarkhi,
3.        Prinsip Kesatuan Perintah,
4.        Prinsip Pendelegasian Wewenang,
5.        Prinsip Pertanggungjawaban,
6.        Prinsip Pembagian Pekerjaan,
7.        Prinsip Rentang Pengendalian,
8.        Prinsip Fungsional,
9.        Prinsip Pemisahan,
10.     Prinsip Keseimbangan,
11.     Prinsip Fleksibilitas,
12.     Prinsip Kepemimpinan.
 1.  Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas. Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan.  Misalnya, organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai  antara lain, memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.
2.    Prinsip Skala Hirarkhi. Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.
3.    Prinsip Kesatuan Perintah. Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.
4.    Prinsip Pendelegasian WewenangSeorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan.  Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan  mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5.    Prinsip PertanggungjawabanDalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
 6. Prinsip Pembagian Pekerjaan. Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
7.    Prinsip Rentang PengendalianArtinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional.  Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu  organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
8.    Prinsip  FungsionalBahwa seorang pegawai dalam suatu  organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.
9.    Prinsip PemisahanBahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
10. Prinsip KeseimbanganKeseimbangan antara struktur organisasi  yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi  harus sesuai dengan tujuan dari organisasi  tersebut. Tujuan organisasi  tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan.  Organisasi  yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks) contoh ‘koperasi di suatu desa terpencil’, struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi  koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
11. Prinsip Fleksibilitas Organisasi  harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi  (external factor), sehingga organisasi  mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.
12. Prinsip Kepemimpinan. Dalam organisasi  apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi  mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi  tersebut.

B.  Kepemimpinan (Leadership)
 Pengertian  Pemimpin dan Unsur-Unsurnya:
    Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai  kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen  agar tujuan organisasi tercapai.
    Menurut George Terry, Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau   bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.   Menurut Cyriel O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam  mencapai tujuan umum.
    Dari dua pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas: (1) Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu; (2) Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan; (3) Untuk mencapai tujuan manajer; dan (4) Untuk memperoleh manfaat bersama.
    Sehingga jika dilihat pada konteks kepemimpinan hal yang saling terkait adalah adanya unsur   kader penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan    organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota.

Fungsi dan Tugas Pemimpin:
    Seorang pemimpin secara umum berfungsi sebagai berikut: (1) Mengambil keputusan; (2) Mengembangkan informasi; (3) Memelihara dan mengembangkan loyalitas anggota; (4) Memberi dorongan dan semangat pada anggota; (5) Bertanggungjawab atas semua aktivitas kegiatan; (6) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan;  dan (7) Memberikan penghargaan pada anggota yang berprestasi.
    Sedangkan tugas kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Yang berkaitan dengan kerja: mengambil inisiatif,  mengatur langkah dan arah, memberikan informasi, memberikan dukungan,  memberi pemikiran, dan  mengambil suatu kesimpulan.   (b) yang berkaitan dengan kekompakan anggota: mendorong, bersahabat, bersikap menerima, mengungkapkan perasaan, bersikap mendamaikan, berkemampuan mengubah dan menyesuaikan pendapat,  memperlancar pelaksanaan tugas,  memberikan aturan main.

Level dan Keterampilan Yang Perlu Dimiliki Pemimpin:
    Kepemimpinan dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Level Top Leader/Top Management.  Pimpinan puncak, misalnya, direktur utama. Melakukan tugas yang bersifat konseptual.  Misalnya, melakukan perencanaan yang akan dilakukan seluruh anggota.
2. Level Middle Leader/Middle Management.  Golongan menengah, misalnya, staf produksi, manajer keuangan. Melakukan tugas konseptual     sebagai penjabaran dari top management, juga melakukan pekerjaan tersebut. Penguasaan    teknis relatif penting.
3. Lower Leader/Lower Management.    Golongan bawah, misalnya, supervisor, mandor dan pelaksana teknis. Harus menguasai teknis    walaupun secara konseptual tidak begitu penting.

Persyaratan Ideal Bagi Pimpinan:
      Menurut George R. Terry, pemimpin harus memiliki ciri sebagai berikut: (1) Mental dan fisik yang energik; (2) Emosi yang stabil; (3) Pengetahuan human relation yang baik; (4) Motivasi personal yang baik; (5) Cakap berkomunikasi; (6) Cakap untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan bawahan; (7) Ahli dalam bidang sosial; (8) Berpengetahuan luas dalam hal teknikal dan manajerial.
      Sedangkan menurut Horold Koontz dan Cyrel O'Donnel, ciri-ciri pemimpin yang baik adalah: (1)  Tingkat kecerdasan yang tinggi; (2) Perhatian terhadap keseluruhan kepentingan; (3)  Cakap berbicara; (4) Matang dalam emosi dan pikiran; (5) Motivasi yang kuat; dan (6) Penghayatan terhadap kerja sama.

C.  Gaya Kerja Pemimpin
Gaya Kerja adalah kesatuan dari berbagai cara/tindakan yang didasari oleh SINA (Sistem Nilai dan Asumsi) seseorang dan ditampilkan disaat ia melakukan hubungan kerja dengan orang lain. Gaya-kerja berarti:
(a) Gaya-kerja merupakan kesatuan   kumpulan tingkah laku yang berpola.
(b) Tingkah laku yang bukan bagian dari interaksi dengan orang lain, ini         bukan Gaya-kerja.
(c) Beberapa tingkah laku yang muncul dalam situasi kerja, tetapi tidak didasari oleh sistem nilai dan asumsi, ini bukan Gaya-kerja.
(c) Gaya-kerja bukanlah tingkah laku itu sendiri, melainkan berdasarkan persamaan yang muncul dalam tingkah laku konkrit.
(d)  Gaya kerja hanyalah sebagian dari kepribadian seseorang.
(e)  Gaya-kerja bukan temperamen.
     Macam-Macam Gaya Kerja, meliputi: (1) Gaya Kerja Komandan; (2) Gaya Kerja Pelayan; (3) Gaya Kerja Bohemian; (4) Gaya Kerja Birokrat; dan (5) Gaya Kerja Manajer.
1. GAYA KERJA KOMANDAN: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Komandan, ditandai oleh karakteristik sebegai berikut:
  • Merasa benar sendiri.
  • Sebagai pengambil keputusan.
  • Tidak ingin dibantu atau dipengaruhi orang lain.
  • Sebagai atasan: ia cenderung mendikte bawahannya.
  • Sebagai bawahan: ia membantah atasannya.
  • Sulit percaya bahwa pihak lain akan berusaha untuk memperhatikan pihaknya.
  • Giat menyampaikan kepentingannya.
  • Menganggap kepentingannya lebih utama.
  • Tidak ragu-ragu menyatakan keberatan atau celaan terhadap jalan pikiran orang lain.
2. GAYA KERJA PELAYAN: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Pelayan, ditandai oleh karakteristik sebegai berikut:
  • Keinginan yang kuat untuk disenangi orang lain.
  • Selalu menjaga perasaan orang lain.
  • Mendahulukan kepentingan orang lain.
  • Mudah mengalah pada pendapat orang lain.
  • Sebagai atasan : lebih sering membujuk, dan sulit mengambil keputusan.
  • Giat mempelajari kepentingan orang lain.
  • Menahan diri untuk menyampaikan keberatan.
  • Berhati-hati dalam menyampaikan  kepentingannya.
  • Dalam mengambil keputusan, lebih  mementingkan unsur hubungan baik daripada  kualitas keputusan.
 3. GAYA KERJA BOHEMIAN/SENIMAN: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Bohemian/Seniman, ditandai oleh karakteristik sebegai berikut:
  • Tidak mau merepotkan dan direpotkan   orang lain.
  • Segan bekerja sama.
  • Sikap masa bodoh dengan dunia luar.
  • Tidak merasa terikat dengan suatu keputusan.
  • Tidak terlalu mendetail dalam mempelajari kepentingan orang lain.
  • Menyilahkan pihak kedua membuat keputusan tanpa merugikan pribadinya.
  • Tidak menegur kesalahan orang lain yang tidak langsung merugikan kepentingan pribadinya, walaupun jelas-jelas merugikan kelompoknya.
 4. GAYA KERJA BIROKRAT: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Birokrat, ditandai oleh karakteristik sebegai berikut:
  • Orang yang sangat teliti memperhatikan prosedur dan aturan yang berlaku.
  • Dalam berhubungan dengan orang lain  adalah semua pihak bekerja sama untuk kepentingan pihak lain yang lebih tinggi.
  • Tidak menyalahgunakan wewenang dalam mengambil keputusan akhir.
  • Bila terjadi konflik, menerima secara objektif pihak yang dimenangkan oleh peraturan yang berlaku.
 5. GAYA KERJA MANAJER: Seorang pemimpin yang memiliki gaya kerja Manajer, ditandai oleh karakteristik sebegai berikut:
  • Berpegang teguh pada slogan: “kerjasama yang baik adalah kerja   sama yang memuaskan semua pihak“.
  • Dalam mengkaji gagasan orang lain, mereka mengajukan pertanyaan untuk memperoleh penjelasan yang lebih  mendalam.
  • Menganalisa gagasan, dan mengajukan hasilnya dalam perundingan.
  • Dalam menyelesaikan konflik, mereka mempelajari pangkal masalah dan   memahami kepentingan masing-masing pihak.
      Selain itu ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu: gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard, yang meliputi:
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum. Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu: (1) Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas); dan (2) Bidang pengaruh kebebasan bawahan (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis).
2. Gaya Managerial Grid. Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu: aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers). Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut, yakni:
a. Grid 1: Manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
b.Grid 2: Manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
c. Grid 3: Manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
d. Grid 4: adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan. Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.

Tiga Dimensi dari Reddin:
      Menurut Reddin, ada dua jenis gaya yang harus diperhatikan yaitu gaya yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya kepemimpinan dari Reddin ini tidak terpengaruh kepada lingkungan sakitarnya.
Gaya yang efektif  meliputi:
a.  Eksekutif. Gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Manajer seperti ini berfungsi sebagai motivator yang baik dan mau menetapkan produktivitas yang tinggi.
b. Pencinta Pengembangan (Developer). Pada gaya ini lebih mempunyai perhatian yang penuh terhadap hubungan kerja, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan adalah minim.
c. Otokratis yang baik. Gaya kepemimpinan ini menekankan perhatian yang maksimum terhadap pekerjaan (tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan kerja yang minimum sekali, tetapi tetap berusaha agar menjaga perasaan bawahannya.
Sedangkan Gaya yang tidak efektif meliputi:
a. Pencinta Kompromi (Compromiser), Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja berdasarkan situasi yang kompromi;
b. Missionari. Manajer seperti ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dalam arti memberikan perhatian yang besar dan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja tetapi sedikit perhatian terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai;
c. Otokrat. Pemimpin tipe seperti ini memberikan perhatian yang banyak terhadap tugas dan sedikit perhatian terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai; dan
d. Lari dari tugas (Deserter). Manajer yang memiliki gaya kepemipinan seperti ini sama sekali tidak memberikan perhatian, baik kepada tugas maupun hubung kerja.
Gaya Kepemimpinan Situasional:
        Gaya Kepemimpinan Situasional. Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard yang amat menarik untuk dipelajari. Menurut gaya kepemimpinan situasional, ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu: (a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.; (b) Jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pimpinan.; dan (c) Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
      Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada perilaku pimpinan dengan bawahan (followers) saja, yang dihubungkan dengan tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity) dalam hal ini diartikan sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan (followers) untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku sendiri. Menurut Hersey dan Blancard penemunya (1979) ada empat jenis tingkat kematangan bawahan (followers) yaitu:
(a) Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1);
(b) Orang yang tidak mampu tetapi mau (M2);
(c) Orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M3); dan
(d) Orang yang mampu dan mau atau yakin (M4).
      Gaya kepemimpinan “Partisipasi”, adalah gaya yang sesuai untuk tingkat kematangan Mampu akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab/tugas (M3), karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan/pengikutnya.
      Selanjutnya, untuk tingkat kematangan yang mampu dan mau/yakin (M4), maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “Delegasi”, karena orang/bawahan seperti ini adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, Kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.

*****
Semoga Bermanfaat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar